Pages

Tuesday, October 22, 2013

Sinetronisasi



   Saya kecil lahir dan bertumbuh dengan menyaksikan banyak siaran-siaran di televisi, dari film india, film mandarin, TV series amerika, saluran musik MTV dan masih banyak lagi. Pada saat itu saluran-saluran televisi di Indonesia masih menayangkan film-film dan sinetron yang bermutu. Ga bisa dipungkiri, saya dulu sangat menikmati film-film India inspektur Vijay, Film Mandarin Vampir china, sampai menghapalkan beberapa video musik di MTV yang pada saat itu sedang berjaya jayanya era Boybands. Karena pada saat kecil orangtua saya tidak menyaring acara-acara TV apa saja yang harus saya tonton bahkan film berdarah darah G30s PKI setiap tahun tidak pernah absen saya tonton :p, belum lagi film-film horror Susana, film-film seksi Dono Kasino Indro dll, jadi pada saat saya kecil saya dewasa sebelum waktunya hahahaha. Positifnya sekarang saya sangat memilih-milih siaran TV untuk anak saya, saya hanya menonton bersama anak saya film-film yang memang untuk umurnya. Ketika saya ingin menonton film atau TV series kesukaan saya, biasanya harus menunggu dia tidur, atau kami menonton menjauh dari dia.




   Ngomong-ngomong soal Sinetron nih, masih inget ga beberapa Sinetron keren seperti "Keluarga Cemara" menceritakan tentang satu keluarga, yang mempunyai ayah yg baik dan bijaksana. Keluarga sederhana tidak kaya tapi selalu berbahagia, menikmati hidup walaupun serba pas-pasan, sungguh kisah yang sangat menginspirasi didalam kehidupan saya. Lalu ada lagi nih sinetron yang berjudul "Sahabat Pilihan", ayo masih pada inget ga? bercerita tentang persahabatan Ading dan Dado mereka tukang jualan koran yang lagi lagi walaupun mereka harus bekerja sambil bersekolah. Mereka bisa menikmati saat-saat remaja mereka dengan sangat menyenangkan, Kisah persahabatan yang patut dicontoh bukan?. Nah ini yang terakhir yang saya ingat dan kalian pasti inget. Adalah "Si Doel Anak Sekolahan" Kisah seorang lulusan sarjana yang tinggal bersama keluarganya yang sederhana, anak betawi asli pekerja keras & Sholeh. kisah-kisahnya pun setiap hari diceritakan dengan sangat lucu dan menarik menonjolkan budaya masyarakat kita. sampai-sampai saya tidak pernah beranjak loh untuk menontonnya di setiap episode :D.


    Kebetulan sekali Mama dan Nenek saya adalah penggemar berat menonton Sinetron Indonesia, jadi mau tidak mau saya pasti sekilas suka memperhatikan mereka menonton. Mereka menonton dengan berapi-api sambil terkadang kesel atau ngedumel berbalasan tentang jalan cerita di sinetron yang mereka tonton :p. Jujur saja saya sudah lama sekali tidak menonton Sinetron Indonesia mungkin lebih dari 12th sudah tidak pernah mengikuti kisah-kisah sinetron indonesia, terakhir kali yang nonton "Tersanjung" yang tidak pernah habis habis ceritanya =)), Kenapa saya sudah tidak menonton sinetron? hihihi jawabannya adalah karena menurut saya sinetron sekarang sudah tidak layak untuk ditonton. Bukannya saya sombong atau seleranya ketinggian. :p, Jujur saja ketika saya disajikan cerita yang tidak masuk akal, penuh dengan kebencian antar sesama, kekasaran karakter dalam cerita. Itu membuat saya tidak lagi berselera atau terhibur untuk menontonnya. Apalagi setelah di dalami (karena saya pernah beberapa kali mencoba untuk menonton sinteron) ceritanya terkadang dipanjang-panjangin demi rating.

   Efek positifnya pun tidak ada, malah sekarang wajar-wajar saja melihat perselingkuhan di sajikan di sinetron, kekerasan dalam rumah tangga disajikan disinetron, pelecehan seksual disajikan disinetron, rasa iri disajikan di sinetron, konflik antar sesama keluarga. Secara tidak langsung itu seperti mencuci otak kita, kalo kejadian-kejadian seperti itu sangat wajar sekali terjadi di kehidupan sehari hari. Secara tidak langsung juga menjadikan kehidupan kita seperti yang ada di Sinetron. Saat itulah saya tersadar dan bilang kalo sinetron jaman dulu dan sekarang sudah sangat-sangat berbeda jauh. Nilai nilai kesederhanaan pun tidak lagi diajarkan, rasa bersyukur akan hidup juga tidak lagi ada, yang ada sekarang hanyalah rasa tangis orang tertindas yang disakiti oleh karakter jahat. Sangat miris ya ketika hiburan murah di negara kita ini malah kebanyakan drama sampah, reality show menjijikan dan sampai TV lokal yang menyajikan beritapun sudah terkontaminasi oleh politik eek kucing yg menampilkan iklan-iklan partai politik atau calon-calon presiden. Secara tidak langsung jadi membuat masyarakat penikmat penikmat televisi adalah orang-orang yang berjiwa seperti layaknya yang ada disinetron. Tapi semoga para penikmat sinetron indonesia di masa sekarang ini, tidak berkelakuan negatif seperti yang dicerminkan oleh Sinetron kita yah. Semoga kita bisa mengambil sisi baik dan membuang jauh-jauh ajaran negatifnya kedalam kehidupan kita. :)

Monday, October 21, 2013

Cerita Saya.

 Saya terlahir di sebuah desa kecil di Jawa Timur, tumbuh besar tanpa sosok ayah. Ayah saya meninggal saat saya berumur 3th, setelah ayah meninggal ibu saya membawa saya pindah ke jakarta & setelah itu saya tinggal bersama ibu, adik, nenek dan kakek saya. Setelah itu ibu saya bekerja, beberapa tahun kemudian ibu saya menikah lagi dan kami berpisah rumah, saya bersama nenek dan kakek saya. Ibu saya tinggal bersama suami barunya. Saya ingat sekali sewaktu saya kelas 1-6 SD saya diasuh nenek dan kakek saya. Tentu saja saat itu saya sangat merindukan sosok Ibu. Disaat teman-teman saya pergi kesekolah bersama ibunya, saya hanya diantar jemput oleh kakek saya. Ibu saya pun hanya mengunjungi saya selama 1 bulan sekali sampai 2 bulan sekali. Sering pada saat itu saya menangis malam-malam karena saya merindukan sosok ibu. Ibu saya orang yang sangat baik beliau sangat sayang kepada anak-anaknya. Pada saat itu apapun yang saya mau pasti dibelikan oleh beliau, mainan-mainan mahal pada waktu itu seperti Nintendo, Tamagotchi, In Line Skate dll saya punya semua mainan mainan mahal pada jaman saya kecil. Sayang ibu saya tidak jago untuk berkomunikasi ke anak-anaknya. Ibu saya tidak pernah bilang kalo dia sayang saya, kalo dia cinta saya atau merindukan saya. Beliau bukan tipe orang yg bisa berkomunikasi baik dan mengungkapkan isi hatinya secara langsung.  

  Saat saya besar saya pernah membenci ibu saya karena sewaktu saya kecil saya ditelantarkan oleh beliau, Ibu tidak bersama-sama saya sewaktu masa-masa saya tumbuh dan mengenal lingkungan. Dia lebih sibuk bekerja dan akhirnya menikah dan memutuskan untuk pisah rumah dengan saya. Ketika saya besar saya pernah mengungkapkan kekecewaan saya terhadap ibu saya dalam sebuah surat. Saya bilang saya benci sekali dengan dia karena tidak pernah bersama saya. Saya mencurahkan segala kekecewaan saya kepada ibu saya. Saya tau saat dia membaca surat dari saya pasti hatinya hancur. Setidaknya pada saat itu saya jujur dengan apa yang saya rasakan dulu. Setelah beliau membaca surat dari saya dia menangis dan meminta maaf kepada saya. Karena tidak bersama saya ketika masih kecil. Kami menangis pada saat itu setelah itu perasaan saya sangat lega. Rasa kekecewaan saya berangsur angsur hilang, saya tau dia sangat mencintai saya. Tapi dia tidak pintar untuk menunjukan rasa sayang dan cintanya kepada saya.


    Apalagi setelah saya menjadi ibu dan melahirkan anak, tentu saja saya sangat-sangat merasakan apa yang diperjuangkan ibu saya saat hamil dan melahirkan saya. Kesakitan kesakitan ketika melahirkan anak membuat rasa sayang saya ke beliau semakin bertambah. Ketika itu saya pernah berbicara dalam hati. Saya harus menjadi Ibu yg baik untuk anak saya. Saya harus pintar berkomunikasi dengan anak saya, harus jujur mengungkapkan isi hati kepada anak saya & yang terpenting saya harus memberikan kehidupan yang menyenangkan untuk anak saya. Setelah saya melahirkan dan anak saya berusia 1 tahun, Ibu dan nenek saya meminta saya bekerja diluar. Karena mereka dua-duanya sudah Janda dan tidak berpenghasilan. Sebagai anak pertama tentu saja saya harus membantu mereka, walau dalam hati kecil saya ingin sekali rasanya mengasuh anak saya saja dirumah, tapi juga tidak mau membebani suami saya karena dia bekerja sendirian menghidupi kami sekeluarga, saya juga ingin membantu suami saya. Akhirnya saya memutuskan untuk bekerja sampai usia anak saya 4 tahun.

  Pada saat itu anak saya bersekolah di Taman Kanak Kanak, pernah suatu hari anak saya bilang kepada saya. "Aku mau dianter mama aja, bisa ga mama ga usah kerja? mama dirumah aja nemenin aku seperti mamanya teman-temanku yang lain?"  Seperti ditampar rasanya mendengar pengakuan jujur anak umur 4th yang ingin bersama mamanya, pada saat itu terjadi konflik batin di hati saya. Saya bingung harus bagaimana, saya ingin sekali bersama anak saya dirumah. Saya tidak ingin anak saya bertumbuh besar membenci sosok ibunya sendiri, karena tidak bersamanya disaat saat dia tumbuh :(, tapi di satu sisi keluarga saya butuh saya untuk bekerja. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk berbicara dan bilang ke Ibu saya kalo saya sudah tidak mau bekerja lagi. Saya ingin sekali mengurus anak saya sendiri dirumah. Ibu saya menghormati keputusan saya dan sangat mengerti perasaan saya.


      Keputusan yang sangat besar dari ibu bekerja menjadi ibu rumah tangga, tentu saja saya iklas dirumah menjadi ibu rumah tangga, mendidik dan mengajari anak saya tentang hal-hal baru yang tidak dia ketahui, bermain bersama anak saya. Memasak untuk suami dan anak saya, beres-beres rumah, mengantar jemput anak sekolah. Saya senang dengan pekerjaan baru saya. Saat saya lelah dengan tugas rumah saya hanya butuh beristirahat di rumah, saat saya tidak ingin memasak saya tidak memasak. Saat saya lelah membersihkan rumah saya tidak membereskan rumah. Hal-hal yang tidak dipaksakan dan sampai sekarang membuat saya senang berada dirumah. Suami saya pun sangat-sangat mengerti dan tidak pernah protes, suami saya adalah lelaki baik, bertanggung jawab dan penyabar yg pernah saya kenal dalam hidup. Dia banyak mengajarkan saya cara-cara sederhana dalam bersyukur dan menikmati hidup, dia banyak sekali mempengaruhi saya menjadi lebih positif. Hampir 10 tahun saat dia bersama dengan saya, dia tidak pernah pesimis, tidak pernah mengeluh tentang apapun dan selalu memandang dan menjalankan hidup dengan cara menyenangkan. Saya merasa beruntung sekali menjadi pendampingnya, walaupun saya tau dia pasti pusing banget punya pendamping kaya saya. Banyak maunya dan manja :"). 


  Dari semua yang terjadi pada diri saya, masa kecil saya semuanya adalah proses pembelajaran untuk saya dan banyak sekali yang bisa diambil positifnya dan belajar untuk tidak mengulangi sisi negatifnya. Intinya uang itu bukan segalanya, bukan memanjakan dengan berlebihan memberikan banyak mainan dan semua hal yg dia mau kita wujudkan, Dia harus tau jika ingin mendapatkan yang dia inginkan maka harus ada perjuangan. Anak saya harus lebih bahagia dan punya kenangan indah tentang kami, masa-masa kecilnya harus penuh cinta dan keceriaan. Dia harus melihat orangtuanya saling menyayangi dan mencintai. Tumbuh besar menjadi anak bertanggung jawab dan yang terpenting mensyukuri hidupnya dan tidak pernah mengeluh. Kami janji akan selalu memberikan dia kehangatan, cinta kasih sayang, komunikasi yg baik. Semoga Tuhan selalu memberkati kami dan seluruh orang-orang yang kami cintai.